Semalam, suasana perayaan kemerdekaan Republik Indonesia ke-80 menghadirkan nuansa budaya yang istimewa. Di halaman kompleks Kementerian Kebudayaan, gelaran wayang kulit menutup rangkaian acara GEMPITA (Gema Pelindungan Budaya Nusantara) dengan penuh makna dan kehangatan.
Atraksi Kulit, Cerita, dan Spirit Kebangsaan
Dalang Ki Bagong Darmono—penerus tradisi wayang dari Klaten—menghidupkan kisah Bima Kridha, sebuah lakon yang menyoroti keberanian dan kekuatan moral Bima kala dipayungi restu ibunya, Dewi Kunti. Suasana semakin hidup dengan iringan enam sinden serta para pengrawit, plus sentuhan segar dari Dagelan Gareng asal Semarang yang menyelipkan humor lokal ramah penonton VOIdetiknews.
Perlambang Nilai dalam Lakon Tradisi
Hadiri acara, Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengingatkan bahwa wayang bukan sekadar hiburan visual, tapi warisan moral berharga. Ia menekankan bahwa setiap lakon menyimpan pesan tentang kejujuran, keberanian, dan tanggung jawab sosial—nilai-nilai yang relevan sepanjang zaman VOI.
Kolaborasi dan Pinggiran yang Menguatkan Budaya
Hadir juga Restu Gunawan, Direktur Jenderal Pelindungan Kebudayaan, yang menjelaskan bahwa pelestarian seni tidak bisa dilakukan sendiri oleh pemerintah. Ia menyerukan sinergi dengan komunitas budaya agar semakin memperkuat nilai kepemilikan terhadap warisan leluhur VOI.
GEMPITA: Meriah, Bermakna, dan Merangkul Semua
Sebelum pertunjukan malam itu, GEMPITA sudah lebih dahulu menghadirkan berbagai kegiatan merakyat—dari lomba panjat bambu betung, permainan tradisional, hingga petualangan seni bersama pelajar. Semua rangkaian ini diadakan sebagai bentuk penguatan cinta terhadap budaya sekaligus merayakan kebersamaan nasional
Leave a Reply